TAJDIDID~Medan || Ketua PW Muhammadiyah Sumatera Utara Prof. Dr. Hasyimsyah Nasution MA mengingatkan, bahwa Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada al-Qur‘an dan as-Sunnah, seperti yang termaktub dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Pasal 4 Ayat 1. Karena itu, kata Prof Hasimsyah, maka
Ibrahberarti menafsirkan mimpi dan memberitahukan implikasinya bagi kehidupan si pemimpin atau keadaan setelah kematian dan abara al-wadi berarti melintasi lembah dari yang satu ke ujung lain yang berlawanan. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka, 1995) edisi ke 2, cet. Ke-4
Kaidahnya kata setelah kam istifhamiyah menjadi berstatus tamyiz manshub mufrad, artinya setelah kam istifhamiyah harus manshub dan mufrad (singularis). Kam khabariyah Sedangkan kam khabariyah adalah kam yang mempunyai makna "betapa banyak" yang hanya digunakan untuk memberi kabar: tidak butuh jawaban, dan biasanya kam
Kisahperjuangan Sultan Muhammad Daud Syah ini diangkat agar dapat dihayati oleh generasi penerus. Selain itu, kita juga berharap pemimpin Aceh hari ini mampu mengambil i’tibar dari perjuangan endatu Aceh. Melihat situasi Aceh hari ini, i’tibar dan hikmah perjuangan tersebut ternyata belum mampu dilihat secara nyata.
PEMBAHASAN 1. Pengertian Kritik Sanad. Pengertian kritik ( al-naqd ) menurut bahasa berarti tamyiz yaitu membedakan. Sedangkanmenurut istilah kritik adalah membedakan antara hadits shahih dengan hadits dho’if, serta menilai para perawi yang tsiqah atau tidak. Sedangkan pengertian sanad secara bahasa adalah sesuatu yang dijadikan sandaran.
Itibâr berasal dari kata ‘ibr atau ‘ibrah, yang bermakna “jembatan penyeberangan”. Jadi, i‘tibâr bermakna “menjadikan sesuatu sebagai penyeberangan”. Jika peristiwa-peristiwa yang kita hadapi disebut sebagai i‘tibâr, maka peristiwa itu merupakan media yang menyampaikan kita kepada suatu pengetahuan, sehingga kita paham terhadap makna yang ada
VqTXtFG. Oleh Fahad Asadulloh facebook Mahasiswa S2 Pascasarjana STAIN Kediri dan santri di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Ma'unah-Sari Bandar Kidul Kediri Jawa Timur. A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dan Hadits merupakan sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Qur’an merupakan wahyu dari Allah SWT yang berisi tentang firman-firmanNya yang disampaikan kepada Nabi Muhamad SAW melalui Jibril untuk diajarkan kepada umat manusia. Dilihat dari isi teksnya, makna Al-Quran ada yang masih bersifat global atau garis besar, meskipun tidak secara keseluruhannya. Untuk menjelaskan hal-hal yang masih bersifat garis besar tersebut diperlukanlah penjelas yang berupa hadits dari Nabi Muhammad Saw. Hadits yang merupakan segala berita yang berkenaan dengan sabda, perbuatan, taqrir dan hal ikhwal segala sifat dan keadaan Nabi Muhammad Saw[1], mempunyai fungsi menjelaskan dan menjabarkan segala keterangan-keterangan yang ada di dalam Al-Qur’an yang masih bersifat global atau garis besar yang perlu adanya penjelasan dalam pemahamannya atau pelaksanaannya. Selanjutnya didalam memahami suatu hadits guna bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari diperlukan adanya metode yang sering disebut sebagai fiqih al hadits. Karena dengan adanya kerja sama antara ahli fiqih dan ahli hadits, ajaran Islam dapat dibuktikan kebenarannya dan dapat pula diamalkan ajarannya secara benar[2] Dalam perjalanan sejarah, karena banyak faktor yang mempengaruhi periwayatannya[3], para ahli hadits sangat berhati-hati didalam menerima periwayatan hadits tersebut, apalagi ketika masa muhaddisin dalam membukukan hadits, mengingat begitu pentingnya peranan hadits sebagai sumber Islam yang kedua. Para ahli hadits sangat selektif didalam meriwayatkannya dan mengambilnya sebagai sumber pegangan. Apakah termasuk hadits yang maqbul, yang bisa diterima dan bisa diamalkan atau termasuk hadits yang mardud, yang keberadaannya di tolak untuk diambil sebagai sumber pegangan[4]. Para ahli hadits mengkatagorikan hadits tersebut karena memandang dan memperhatikan perowi-perowi yang membawanya, apakah bisa dimasukkan sebagai hadits yang Maqbul atau termasuk dalam katagori hadits yang mardud.. Karena secara struktur keberadaan hadits bisa dilihat dari aspek sanad rantai penuturnya, matan redaksi hadits atau mukharij rowi[5]. Sehubungan dengan upaya tersebut, para ulama akhirnya menyusun kriteria-kriteria tertentu. Sebagai langkah awal, mereka mengadakan penelitian pada sanad hadis. Ulama Hadis menilai bahwa kedudukan sanad hadis sangat penting dalam riwayat hadis. Sebagai konsekuensi dari pendapat tersebut, maka suatu hadis yang tidak memiliki sanad, oleh ulama hadis tidak dapat disebut hadis[6] Di sinilah sebenarnya pentingnya membahas lebih lanjut dan mendalam tentang studi sanad kaitannya dengan keberadaan hadis Rasulullah. Makalah ini akan membahas I’tibar meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatannya. Berkaitan dengan kegiatan penelitian sanad i’tibar meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatanya, akan kami paparkan mengenai beberapa para periwat hadits mulai dari masa sahabat sampai masa sesudah atba’at tabi’in, cara periwayatan dan penerimaannya, keadaaan / sifat rowi serta langkah-langkah dalam penelitian sanad. A. Para periwayat hadits [7] Masa sahabat Tujuh sahabat yang banyak meriwayatkan hadits 4. Sayyidal Aisyah, umul mukminin Sebagian nama sahabat yang ternama 2. Abdullah bin Amd bin Ash Masa tabiin 2. Nafi’ sahaya ibnu Umar Masa atba’at tabi’in Masa setelah atba’at tabi’in B. Cara periwayatan Al-Hadist 1. Al-Sima’, yakni suatu cara yang ditempuh para muhaddisin periode pertama untuk mendapatkab hadits dari Nabi Muhammad Saw, kemudian mereka meriwayatkannya kepada generasi berikutnya dengan cara yang sama. Intinya mendengar sendiri dari perkataan gurunya, baik secara dibacakan atau didektekan, baik dari hafalannya maupun dari tulisannya. Ungkapan cara meriwayatkannya sesuai dengan cara penerimaan yang seperti ini diantaranya adalah dengan menggunakan kata ...sami’tu.. ...haddatsana... ....akhbarona... ....khobbarna....qola..... 2. Al-aradl, yakni si pembaca menyuguhkan hadistnya kepada sang guru, baik ia sendiri yang membacanya maupun orang lain yang membacanya sedang dia mendengarkannya. Aradl juga diartikan bahwa seorang murid membacakan kitab kepada gurunya qari’ sedang murid yang lain membandingkan hadist yang dibacakan itu dengan kitab mereka, atau mendengarnya dengan penuh perhatian, baru menyalinnya dengan kitab tersebut. Ungkapan cara meriwayatkannya sesuai dengan cara penerimaan yang seperti ini diantaranya adalah dengan menggunakan kata..qoro’tu ala fulan... 3. Ijazah, yakni pemberian ijin dari seseorang kepada orang lain untuk meriwayatkan hadis darinya atau kitab-kitabnya. Ungkapan cara meriwayatkannya sesuai dengan cara penerimaan yang seperti ini diantaranya adalah dengan menggunakan kata ..albaana... 4. Munawalah, yakni seorang guru memberikan sebuah naskah asli kepada muridnya atau salinan yang sudah dikoreksinya untuk diriwayatkan dengan sanad darinya. Munawalah dibagi menjadi dua tipe a. Dengan dibarengi ijazah, misalnya setelah sang guru menyerahkan kitab-kitab asli atau salinannya, lalu mengatakan “Riwayatkanlah dari saya ini……” b. Tanpa dibarengi ijazah, yakni ketika naskah asli atau turunannya diberikan kepada muridnya dengan dikatakan bahwa itu adalah apa yang didengan dari si Fulan, tanpa diikuti dari suatu perintah untuk meriwayatkannya. 5. Mukatabah, yakni seorang guru yang menulis sendiri atau menyuruh orang lain menulis beberapa hadist kepada orang ditempat lain atau yang dihadapannya korespondensi. Ungkapan cara meriwayatkannya sesuai dengan cara penerimaan yang seperti ini diantaranya adalah dengan menggunakan kata ..akhbarona fulaan makatabah.... atau ...kataba ilayya fulaan qola haddasanaa fulaan... 6. Wijadah, yakni memperolah tulisan hadist orang lain yang tidak diriwayatkannya, baik dengan lafadl sama’, qiroah maupun selainnya, dari pemilik hadist atau pemilik tulisan tersebut dalam arti lengkap dengan sanadnya. Ungkapan cara meriwayatkannya sesuai dengan cara penerimaan yang seperti ini diantaranya adalah dengan menggunakan kata ....wajadtu bikhoththi fulaan, haddasana fulaan... aku dapatkan pada tulisan fulan bahwasanya fulan menceritakan kepada kami... 7. Washiyah, yakni pesan seseorang dikala mau mati atau bepergian, dengan sebuah kitab supaya diriwayatkan. Tapi menurut Ibnu al Shalah tidak boleh meriwayatkan melalui metode ini karena yang namanya wasiat hanya berfungsi sebagai pelimpahan hak milik atas naskah dan bukan masalah periwayatan. 8. I’lam, berarti pemberitahuan guru kepada muridnya bahwa hadist yang ditunjuknya adalah hadits yang diterima dari seseorang, dengan tidak mengatakan menyuruh agar si murid meriwayatkannya.[8] Selanjutnya Nurudin menjelaskan bahwa dengan melihat cara periwayatannya seperti tersebut di atas, maka hadits dapat diterima atau ditolak karena 1. Istilah istilah itu menunjukkan kepada kita cara yang ditempuh oleh seorang rawi dalam menerima hadits yang sedang kita teliti, maka kita akan tahu apakah cara penerimaan hadits itu benar atau salah. bila cara yang ditempuh itu tidak benar, maka gugurlah salah satu syarat diterimanya hadits. 2. Jika seorang perowi menerimanya hadits dengan cara penerimaan yang dinilai rendah lalu dalam menyampaikannya menggunakan ungkapan yang lebih tinggi, seperti menggunahakan lafadh hassanana atau akhbarona untuk hadits yang diterima melalui ijazah maka berarti ia telah melakukan penipuan tadlis dan seringkali ulama menuduhnya berbuat dosa karena hal itu.[9] Meneliti pribadi perowi hadist dalam ilmu hadist disebut dengan Rijali al-Hadist, secara definisi diartikan ilmu pengetahuan yang dalam pembahasannya membicarakan hal ikhwal dan sejarah kehidupan para rawi dari golongan sahabat, tabi’in dan tabi’it-tabi’in[10] Menurut para ulama sahabat ialah orang yang bertemu dengan Rosulullah saw dalam keadaan beriman dan meninggal dunia dalam keadaan Islam[11]. Masa sahabat berakhir dengan wafatnya Abu Thufail Amir bin Watsilah al Laitsi al Kanani di tahun 100 H[12]. Sedangkan cara untuk mengenali sahabat adalah a. Berita yang mutawatir dalam arti sudah diketahui secara meluas tentang persahabatannya dengan rasul. Misalnya tentang Khulafaurrosidin b. Dikenal, meskipun tidak meluas, seperti Dhammam bin Tsa’labah dan Ukasyah bin Mihsshan c. Melalui pengukuhan sahabat lain, seperti Hamamah al-Dusi yang disaksikan oleh Abu Musa al-Asy’ari d. Melalui berita dari salah seorang tabi’in yang tsiqoh e. Pengakuan bahwa dirinya adalah sahabat, tetapi dengan dua syarat dia harus benar-benar adil dan hidup pada zaman yang memungkinkan.[13] Tabi’in ialah orang-orang yang menjumpai sahabat dalam keadaan iman dan islam, dan mati dalam keadaan islam.[14] Menurut al Hakim masa tabiin berakhir setelah orang yang bertemu sahabat terakhir meninggal dunia. Jadi tabiin terakhir adalah orang yang bertemu dengan Abu Thufail di Makkah, As Saib di Madinah, Abu Ummah di Syam, Ubaidullah bin Abi Aufah di Kuffah dan Anas bin Malik di Basrah, yang berarti Kholid bin Khalifah dianggap sebagai tabiin terakhir meninggal di tahun 180 H, karena pernah bertemu dengan seorang sahabat yang paling akhir wafatnya yaitu Abu Thufail di Makkah.[15] Sebagian tabiin ada yang disebut sebagai mukhodhramun yaitu orang yang hidup semasa dengan Nabi Saw, pada masa jahiliyyah lalu masuk Islam dan tidak pernah berjumpa dengan beliau, seperti Abu Usman al Nahdi Abdurrahman bin Mullin w. 95 H[16] Tabi’it tabi’in adalah orang yang bertemu dengan tabiin dalam keadaan beriman kepada rasulullah saw.[17]dan meninggal dalam keadaan Islam[18]. Masa ini berakhir pada tahun 220 H. D. Kegiatan Penelitian Sanad Untuk meneliti hadis, diperlukan acuan. Acuan yang digunakan adalah kaedah kesahihan hadis bila ternyata hadis yang diteliti bukanlah hadis mutawatir. Benih-benih kaedah kesahihan hadis telah muncul pada zaman Nabi dan zaman sahabat Nabi, Imam Syafi’i, Imam Bukhori, Imam Muslim dan lain-lain. Kegiatan penelitian hadis baik dari segi sanad maupun matan adalah bertujuan untuk mengetahui kualitas hadis yang sedang diteliti, diterima atau tidak, shahih atau dhoif. Salah seorang ulama hadis yang berhasil menyusun rumusan kaedah kesahihan hadis tersebut adalah Abu Amr Usman bin Abdir-Rahman bin al-salah asy-syahrazuri, yang biasa disebut Ibnus-Salah, adapun rumusannya adalah Hadis shahih yaitu hadis yang bersambung sanadnya sampai kepada Nabi, diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan dabit sampai akhir sanad, didalam hadis itu tidak terdapat kejanggalan syuzuz dan cacat ’illat[19] Adapun langkah-langkahnya adalah[20] 1. Melakukan takhrij meneliti sanad dan rawi Takhrij adalah menunjukkan asal beberapa hadits pada kitab-kitab yang ada kitab-kitab induk hadits dengan menerangkan hukum dan kualitasnya.[21] Dengan tujuan a. Mengetahui keberadaan suatu hadits, apakah benar suatu hadits yang akan diteliti terdapat dalam buku-buku hadits atau tidak b. Mengetahui sumber-sumber otentik suatu hadits dari buku hadits apa saja yang didapat c. Mengetahui ada berapa tempat hadits tersebut dengan sanad yang berbeda di dalam sebuah buku hadits atau dalam bebrapa buku induk hadits. d. Mengetahui kualitas hadits maqbul atau mardud[22] Menurut Agil Husein al-Munawar dan Masykur Hakim metode untuk mentakhrij hadits adalah a. Tahkrij dengan jalan mengetahui sahabat perawi hadits b. Tahkrij dengan jalan mengetahui lafadz pertama matan hadits c. Tahkrij dengan jalan mengetahui lafadz yang sering digunakan dari bagian matan hadits d. Tahkrij dengan jalan mengetahui topik hadits atau salah satu topiknya, jika ia memiliki topik yang banyak e. Tahkrij dengan jalan mengetahui sifat-sifat spesifik pada sanad hadits atau matannya[23] Sanad Mengetahui keadaan sanad hadits merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan penelitian hadits. Karena keadaan sanad-lah, yang menyebabkan kedudukan hadits itu berbeda-beda, dalam arti mungkin hadits yang satu lebih tinggi derajatnya dari hadits yang lain. Perbedaan inilah yang nantinya oleh para ahli hadits dijadikan patokan didalam mengklasifikasikan hadits. Apakah termasuk hadits muttashil[24] bersambung sanadnya dan munqothi’ terputus sanadnya jika dilihat dari aspek sanadnya[25]. Atau termasuk hadits yang sahih, hasan atau dhoif, jika dilihat dari kualitas perowi di dalam rangkaian sanadnya[26]. Sanad adalah rangkaian para rawi yang memindahkan matan dari sumber primernya, sehingga sanad hanya berlaku pada serangkaian orang, bukan dilihat dari pribadi secara perorangan.[27] Jadi yang perlu diperhatikan dalam memahami hadits terkait dengan sanadnya adalah mengenai keutuhan sanadnya, jumlahnya dan peawi akhirnya.[28] Zeid B Smeer dalam bukunya Ulumul Hadits pengantar studi hadits praktis menjelaskan tentang tingkatan sanad dan jenisnya menurut muhaditsin, yaitu [29] 1. Ashahhu Al-Asanid sanad - sanad yang lebih sahih Penilaian sanad yang dikhususkan baik kepada sahabat tertentu, penduduk tertentu atau suatu masalah tertentu. Misalnya a. Jika dikhususkan pada sahabat tetentu misalnya Abu Hurairoh, rangkaian sanadnya yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri dari Ibnu Al-Musayyab dari Abu Hurairoh. Atau Ibnu Umar, rangkaian sanadya yang diriwayatkan oleh Malik dari Nafi dari Ibnu Umar. b. Jika dikhususkan pada penduduk tertentu misalnya penduduk Makkah, yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah dari Amru bin Dinar dari Jabir bin Abdullah. Kalau penduduk Madinah, yaitu yang diriwayatkan oleh Isma’il bin Abi Hakim dari Abidah bin Abi Sufyan dari Abu Hurairoh. c. Contoh Ashahhu Al-Asanid yang mutlak adalah jika menurut imam Bukhori ialah Malik, Nafi dan Ibnu Umar, jika menurut Ahmad bin Hambal adalah Az-Zuhri, Salim bin Abdillah dan ayahnya Abdillah bin Umar, jika menurut imam An-Nasai adalah Ubaidillah ibnu Abbas dan Umar bin Khottob. 2. Ahsanu Al-Asanid sanand – sanad yang lebih hasan Hadits dengan Alsanu Al-Asanid lebih rendah tingkatannya jika dibanding Ashahhu Al-Asanid. Contoh antara lain jika ada hadits yang bersanad a. Bahaz bin Hakim dari ayahnya Hakim bin Muawiyah dari kakeknya Muawiyah bin Haidah b. Amru bin Syuaib dari ayahnya Syua’aib bin Muhammad dari kakeknya Muhammad bin Abdillah bin Amr bin Ash 3. Adh’afu Al-Asanid sanad – sanad yang lebih lemah Hadits dengan rangkaian sanad ini adalah yang paling rendah tingkatannya. Contohnya a. Yang dikhususkan pada sahabat tertentu o Abu Bakar Ash shidiq, hadist yang diriwayatkan oleh Shadaqah bin Musa dari Abi Ya’qub dari Murrah Ath-Thayyib dari Abu Bakar o Abu Hurairoh yaitu hadits yang diriwayatkan oleh As-Sariyyu bin Isma’il dari Dawud bin Yazid dari ayahnya dari Abu Hurairoh b. Yang dikhususkan pada penduduk o Kota Yaman, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Hafsh bin Umar dari Al-Hakam bin Aban dari Ikrimah dari Ibnu Abbas o Kota Mesir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Muhammad bin Al-Hajjaj ibnu Rusydi dari ayahnya dari kakeknya dari Qurroh bin Abdurrahman dari setiap orang yang memberikan hadits kepadanya o Kota Syam, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Qais dari Ubaidillah bin Zahr dari Ali bin Zaid dari Al-Qosim dari Abu Umamah Jenis sanad 1. Sanad Aliy adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya lebih sedikit jika dibanding dengan sanad lain. Hadits dengan sanad yang jumlah rawinya sedikit akan tertolak dengan sanad yang sama jika jumlah rawinya lebih banyak. 2. Sanad Nazil adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya lebih banyak jika dibandingkan dengan sanad yang lain. Hadits dengan sanad yang lebih banyak akan tertolak dengan sanad yang sama, jika jumlah rawinya lebih sedikit. Rowi Pengertian rawi adalah orang yang menerima hadits dan menyampaikannya dengan salah satu bahasa penyampaian[30] sedangkan Subhi As Shaleh menjelaskan bahwa rawi adalah orang yang mengutip hadits sekaligus dengan sanadnya dan ia bisa seorang laki-laki- atau perempuan[31]. Kemudian jumhur imam hadits dan fiqih menyepakati bahwa orang yang dapat dipakai hujjah riwayatnya hendaklah adil dan dhabith atas hadits yang diriwayatkannya.[32] Keadilan berhubungan dengan kualitas pribadi, sedangkan ke-dhabit-annya berhubungan dengan kapasitas intelektual. Apabila kedua hal itu dimiliki oleh periwayat hadis, maka periwayat tersebut dinyatakan sebagai bersifat tsiqah, istilah tsiqah merupakan gabungan dari sifat adil dan dabit.[33] Sedangkan perinciannya adalah bahwa rawi tersebut seorang muslim, baligh, berakal sehat, terhindar dari kefasikan, bertaqwa dan memelihara muru’ah yakni kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri manusia pada tegaknya kebajikan moral dan kebiasaan kebiasaan dan bila meriwayatkan secara makna, disyaratkan baginya untuk mengetahui kata-kata yang tepat seperti asalnya.[34] Intelektual periwayat yang memenuhi syarat ke-shahihan sanad[35] hadis disebut sebagai periwayat yang dhabit, yaitu yang memiliki ciri sikap penuh kesadaran dan tidak lalai, kuat hafalan bila hadits yang diriwayatkan berdasarkan hafalannya, benar tulisannya bila hadits yang diriwayatkannya berdasarkan tulisan dan bila ia meriwayatkan hadits secara makna maka ia tahu persis kata-kata apa yang sesuai untuk digunakan.[36] Maka bagi perowi yang memiliki sifat-sifat tersebut diatas, maka hadits yang diriwayatkannya harus diamalkan dan dapat dipakai hujjah. Dan sebaliknya jika rawi tersebut tidak memiliki sifat di atas maka hadits periwayatannya harus diteliti dulu tingkat kecacatannya. Jika kecacatannya mengenai sifat adalah perowi seperti kafir, gila, fasik maka itu tidak dapat diterima, kecuali bagi perowi fasik dan mau bertobat dari kefasikannya. Sedangkan jika kecacatannya dari sifat kedhabitahn maka periwayatannya tidak dapat diterima karena menunjukkan sifat ketidakcakapan perowi dalam meriwayatkan hadis.[37] Itibar adalah meneliti jalur-jalur periwayatan hadits yang diduga diriwayatkan sendiri, agar diketahui bahwa hadits tersebut memiliki hadits mutabi’ yang mengikuti hadits dari jalur periwayatan lain yang semakna, syahidnya hadits lain yang jadi penguat atau tidak memiliki syahid atau mutabi’.[38] Jadi dengan dilakukannya al-i’tibar, maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadis yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan al-i’tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung berupa periwayat yang berstatus mutabi’ atau syahid dalam istilah ilmu hadis biasa diberi kata jamak dengan syawahid ialah periwayat yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk sahabat nabi. Melalui al-i’tibar akan dapat diketahui apakah sanad hadis yang diteliti memiliki mutabi’ dan syahid ataukah tidak. 3. Meneliti nama para perawi yang ada dalam rangkaian sanad baik tentang nama, nisbat, kunyah dan laqob julukan melalui kitab-kitab Rijal Al-Hadits 4. Meneliti al-jarh wa ta’dil untuk mengetahui karakteristik rawi yang bersangkutan, baik dari segi moral maupun aspek intelektualnya keadilan dan ke-dhabit-an Al-jarh menurut muhadditsin adalah menunjukkan sifat-sifat cela rawi sehingga mengangkat atau mencacatkan adalah atau ke-dhabit-annya. Sedang ta’dil diartikan sebagai kebalikan dari jarh yaitu menilai bersih terhadap seorang rawi dan menghukuminya bahwa ia seorang yang adil dan dhabit.[39] Sehingga dengan meng-jarh wa ta’dil seorang perowi, kita dapat menetapkan periwayatan seorang rowi itu dapat diterima, atau ditolak sama sekali.[40] Demikian paparan kami mengenai kegiatan penelitian sanad I’tibar meneliti peibadi periwayat dan metode periwayatannya, kemudian dibagian akhir dari makalah ini kami beri contoh kegiatan penelitian sanad yang penulis ambil dari internet guna menambah pemahaman terkait materi yang sudah dipaparkan di atas. Contoh …………من رأى منكم منكراDalam melakukan penelitian hadis ini, yang harus dilakukan lebih dahulu adalah melacaknya dari berbagai macam kitab koleksi para kolektor hadis, diantaranya adalah pada kitab-kitab sbb 1 Shahih Muslim, Juz 1 hal 69ØØ¯ØÙ†Ø§ أبو بكر بن ابى شيبة ØØ¯ØÙ†Ø§ وكيع عن سÙيان.Ø- ÙˆØØ¯ØÙ†Ø§ Ù…ØÙ…د بن المØÙ†Ù‰. ØØ¯ØÙ†Ø§ Ù…ØÙ…د بن Ø¬Ø¹ÙØ± ØØ¯ØÙ†Ø§ شعبة كلاهما عن قيس بن مسلم عن ØØ§Ø±Ù‚ بن شهاب وهذا ØØ¯ÙŠØ أبى بكر. Ùقال أول من بدأ Ø¨Ø§Ù„ØØØ¨Ø© يوم العيد قبل الصلاة مروان. Ùقام إليه رجل. Ùقال الصلاة قبل Ø§Ù„ØØØ¨Ø©. Ùقال قد ترك ماهنالك. Ùقال أبو سعيد أما هذا Ùقد قضى ما عليه. سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من راى منكم منكرا Ùليغيره بيده ÙØ¥Ù† لم ÙŠØ³ØªØØ¹ ÙØ¨Ù„سانه ÙØ¥Ù† لم ÙŠØ³ØªØØ¹ ÙØ¨Ù‚لبه وذلك أضه٠الإيمان Ø£ØØ±Ø¬Ù‡ مسلم 2 Sunan al-Turmudzi, Juz III, hal 317-318ØØ¯ØÙ†Ø§ بندار Ø£ØØ¨Ø±Ù†Ø§ عبد الرØÙ…Ù† بن مهدى Ø£ØØ¨Ø±Ù†Ø§ سÙيان عن قيس بن مسلم عن ØØ§Ø±Ù‚ بن شهاب قال أول من قدم Ø§Ù„ØØØ¨Ø© قبل الصلاة مروان. Ùقال لمروان ØØ§Ù„ÙØª السنة. Ùقال ياÙلان ترك ما هنالك Ùقال أبو سعيد أما هذا Ùقد قضى عليه. سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من راى منكرا Ùلينكره بيده ومن لم ÙŠØ³ØªØØ¹ ÙØ¨Ù„سانه ومن لم ÙŠØ³ØªØØ¹ ÙØ¨Ù‚لبه وذلك أضع٠الإيمان. هذا ØØ¯ÙŠØ صØÙŠØ Ø£ØØ±Ø¬Ù‡ الترمذى 3 Sunan Abi Dawud, Juz I, hal 123ØØ¯Ø³Ù†Ø§ Ù…ØÙ…د بن العلاء, اØÙ†Ø§ أبو معويه ØÙ†Ø§ الاعمش عن عسماعيل ابن جاء عن أبي سعيد Ø§Ù„ØØ¯Ø±ÙŠ Ùˆ عن قيس بن مسلم عن ØØ§ رق ابن شهاب. عن ابن سعيد Ø§Ù„ØØ¯Ø±ÙŠ Ù‚Ø§Ù„ Ø§ØØ±Ø¬ مروان المنبر ÙÙ‰ يوم عيد ÙØ¨Ø¯Ø£ Ø¨Ø§Ù„ØØØ¨Ø© قبل الصلاة. Ùقام رجل Ùقال, يا مروان ØØ§Ù„ÙØª السنة Ø§ØØ±Ø¬Øª المنبر ÙÙ‰ يوم عيد Ùˆ لم يكن ÙŠØØ±Ø¬ Ùيه وبدأت Ø¨Ø§Ù„ØØØ¨Ø© قيل الصلاة, Ùقال ابو سعيد Ø§Ù„ØØ¯Ø±ÙŠ Ù…Ù† هذا ؟ قالوا Ùلان ابن Ùلان, Ùقال أماهذا Ùقد قض ما عليه سمعت رسول الله صل الله عليه Ùˆ سلم يقول, من رأى منكرا ÙØ³ØªØØ§Ø¹ ان يغيره بيده Ùليغيره بيده ÙØ§Ù† لم يستØÙŠØ¹ ÙØ¨Ù„سنه, ÙØ§Ù† لم يستØÙŠØ¹ ÙØ¨Ù‚لبه Ùˆ ذلك اضع٠الايمان. سنن أبي داود ØØ¯Ø³Ù†Ø§ Ù…ØÙ…د بن العلاء وصناد بن السرى قال ØÙ†Ø§ أبو معاويه عن الأعمش عن اسمعيل بن رجاء عن أبي سعيد Ùˆ عن قيس بن مسلم عن ØØ§Ø±Ù‚ بن شهاب عن أبي سعيد Ø§Ù„ØØ¯Ø±Ù‰ , قال سمعت رسول الله صل الله عليه وسلم يقول من رأى منكرا ÙØ§Ø³ØªØØ§Ø¹ أن يغيره بيده Ùليغيره بيده ÙˆÙ‚ØØ¹ هناد بقيه Ø§Ù„ØØ¯ÙŠØ³ ÙˆÙØ§Ù‡ ابن العلاء ÙØ§Ù† لم يستØÙŠØ¹ ÙØ¨Ù„سانه, ÙØ§Ù† لم يستØÙŠØ¹ بلسانه ÙØ¨Ù‚لبه, ذلك أضع٠الايمان سنن أبي داود 123 4 Sunan Al-Nasa’I, JuzVIII, hal111-112Ø§ØØ¨Ø±Ù†Ø§ اسØÙ‚ بن منصور Ùˆ عمرو بن علي عن عبدالرØÙ…Ù† قال ØØ¯ØÙ†Ø§ سÙيان عن الأعمش عن أبى عمارعن عمرو بن Ø´Ø±ØØ¨ÙŠÙ„ عن رجل من Ø£ØµØØ§Ø¨ النبى صل الله عليه Ùˆ سلم قال. قال رسول الله صل الله عليه وسلم ملئ عمار ايمانا الي مشاشه. Ø£ØØ¨Ø±Ù†Ø§ Ù…ØÙ…د بنى بشا ر قال ØØ¯ØÙ†Ø§ عبد الرØÙ…Ù† قال ØØ¯ØÙ†Ø§ سÙيان عن قيش بن مسلم عن ØØ§Ø±Ù‚ شهاب . قال أبوسهيد سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم قال من رأى منكرا Ùليغيره بيده ÙØ§Ù† لم يستØÙŠØ¹ ÙØ¨Ù„سانه ÙØ§Ù† لم يستØÙŠØ¹ ÙØ¨Ù‚لبه Ùˆ ذلك اضع٠الايمان. سنن النساءى ØØ¯Ø³Ù†Ø§ عبد الØÙ…يد بن Ù…ØÙ…د . قال ØØ¯ØØ§Ù† Ù…ØÙ„د قال ØØ¯Ø³Ù†Ø§ مالك بن مغول عن قيش بن مسلم عن ØØ§Ø±Ù‚ بن شهابز. قال. قال أبو سعيد Ø§Ù„ØØ¯Ø±Ù‰ سمعت رسولله صل الله عليه وسلم يقول من رأى منكرا Ùيغيره بيده Ùقد برئ Ùˆ لم يستØÙŠØ¹ ان يغير بيده ÙØºÙŠØ±Ù‡ بلسانه Ùقد برئ ومن لم يستØÙŠØ¹ ان يغير بلسانه ÙØºÙŠØ±Ù‡ بلسانه Ùقد برئ Ùˆ ذلك اضع٠الايمان. سنن النساءى 5 Sunan Ibnu Majah, Juz I, hal 406 dan JuzII, hal1330ØØ¯ØÙ†Ø§ ابوكريب ØÙ†Ø§ ابو معاوية عن الأعمش عن اسماعيل بن رجاء عن أبيه عن ابى سعيد وعن قيس بن مسلم عن ØØ§Ø±Ù‚ بن شهاب عن ابى سعيد قال Ø£ØØ±Ø¬ مروان المنبر يوم العيد ÙØ¨Ø¯Ø£ Ø¨Ø§Ù„ØØØ¨Ø© قبل الصلاة Ùقام رجل Ùقال يامروان! ØØ§Ù„ÙØª السنة Ø£ØØ±Ø¬Øª المنبر يوم عيد ولم يكن ÙŠØØ±Ø¬ به وبدأت Ø¨Ø§Ù„ØØØ¨Ø© قبل الصلاة ولم يكن يبدأبها Ùقال أبو سعيد أما Ùقد قضى ما عليه سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من راى منكرا ÙØ§Ø³ØªØØ§Ø¹ أن يغيره بيده Ùليغيره بيده ÙØ¥Ù† لم ÙŠØ³ØªØØ¹ ÙØ¨Ù„سانه ÙØ¥Ù† لم ÙŠØ³ØªØØ¹ بلسانه ÙØ¨Ù‚لبه وذلك أضع٠الإيمان سنن ابن ماجه 6 Musnad Ahmad, Juz III, hal10, 20, 49, 52, 53 dan 92Dengan demikian, untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan al-I’tibar, diperlukan pembuatan skema seluruh matarantai sanad hadis yang akan diteliti. Dalam pembuatan skema, ada tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian, yakni Adapun contoh skemanya untuk perawi shahih muslim adalah sebagai berikut Nama Periwayat Urutan sebagai periwayat Urutan sebagai sanad 8. Abu Bakr bin Abi Syaibah 9. Muhammad bin al-Musanna Periwayat I Periwayat II Periwayat III Periwayat VI Periwayat VII Sanad VI Sanad V Sanad IV Sanad III Sanad III Sanad II Sanad II Sanad I Sanad I Mukharrijul Hadits Dengan memperhatikan skema gambar tersebut akan mudah dilakukan kegiatan al-I’tibar. Posisi masing-masing periwayat dan lambang-lambang periwayatan yang digunakan mudah dikenali dengan baik, sehingga dapat diketahui bahwa perawi yang berstatus syahid tidak ada, karena dalam kenyataanya Abu Sa’id merupakan satu-satunya sahabat Nabi saw yang meriwayatkan hadis yang sedang diteliti. an tetapi untuk muttabi’, harus melihat pada masalah jika yang akan diteliti itu sanad dari al-turmudzi, maka Ahmad bin Hanbal merupakan muttabi’ bagi bundar. Bundar dalam hal ini sebagai sanad pertama bagi al-turmudzi, lalu pada sanad ke-II, ke-III dan ke-V bagi sanad al-turmudzi, masing-masing memiliki muttabi’ yaitu waki’ al-a’masy sebagai muttabi’-nya sufyan. Sedang raja’ sebagai muttabi’-nya thariq bin syihab. Jadi muttabi’ bagi sanad al-turmudzi itu datang dari sanad al-Nasa’I, Ahmad bin Hanbal, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah DAFTAR PUSTAKA Al-Mas’udi, Hafid Hasan. Metodologi Penelitian Hadits Nabi. Surabaya Salim Nabkan, tt. Al-Munawar, Agil Husein. dkk, Dasar-Dasar Ilmu takhrij Hadits dan Studi Hadits. Semarang Dina Utama, 1995. Arifin, Zainul. Studi Kitab Hadits. Surabaya Al-Muna, 2010. As Shaleh, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Hadits. Jakarta Pustaka Firdaus, 2002. Ismail, Syuhudi. Metode Penelitian Hadits Nabi. Jakarta Bulan Bintang, 1992. M Abdurrahman. Studi Kitab Hadits. Yogyakarya UIN Sunan Kalijaga, 2003. Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadits. Jakarta Amzah, 2008. Nurudin ITR. Ulum Al-Hadits. Bandung Remaja Rosdakarya, 1995. Rahman, Fatkhur. Ikhtisar Musthalahul Hadits. Bandung PT AL Ma’arif, 1974. Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadits. Jakarta Gaya Media Pratama, 1996. Rohman, Fatkhur. Ikhtisar Musthlahul Hadits. Bandung PT Al-Ma’arif, 1985. Smeer, Zeid B. Ulumul Hadis. Malang UIN Malang Press, 2008. Solahuddin, M. Agus. Dkk. Ulumul Hadis. Bandung Pustaka Setia, 2008. Zarkasyi Chumaidy, Ahmad. Takhrij Al-Hadits, Mengkaji dan Meneliti al-Hadits. Bandung IAIN Sunan Gunung Jati, 1990. [1] M. Agus Solahuddin, dkk, Ulumul Hadis Bandung Pustaka Setia, 2008, 17. [2] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadits, Surabaya Al-Muna, 2010, v [3] Munculnya hadits palsu yang disebabkan karena pertentangann politik soal pemilihan kholifah, adanyapihak lain yang mau merusak ajaran Islam, adanya perang dalil dalam masalah madzah baik masalah fiqih atau kalam dan dalam rangka menjilat para penguasa dalam mencari kedudukan. Lihat karangan M. Agus Solahuddin, dkk, Ulumul Hadis Bandung Pustaka Setia, 2008, 176 – 181. [4] H Zeid B. Smeer, Lc, Ulumul Hadis Malang UIN Malang Press, 2008, 31. [6] Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi YogyakartaCESad YPI Al- Rahmah, 2001, 16 [7] Subhi As Shaleh, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits Jakarta Pustaka Firdaus, 2002, 10. [8] Nurudin ITR, Ulum Al-Hadits Bandung Remaja Rosdakarya, 1995, 197 – 211. [9] Ibid, 208 – 2011, lihat juga As-Subhi, 93 – 107. [10] Agus Solahuddin, 111 [13] Nurudin, 102-103, bandingkan dengan Subhi, 326 [21] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits Jakarta Amzah, 2008, 116, baca Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits Jakarta Gaya Media Pratama, 1996, 191. [22] Ibid, 117 bandingkan dengan, Ahmad Zarkasyi Chumaidy, Takhrij Al-Hadits, Mengkaji dan Meneliti al-Hadits Bandung IAIN Sunan Gunung Jati, 1990, 7. [23] Agil Husein al-Munawar dkk, Dasar-Dasar Ilmu takhrij Hadits dan Studi Hadits, Semarang Dina Utama,1995, 39. [24] Yang dimaksud bersambung sanadnya adalah bahwa setiap rawi hadits yang bersangkutan benar-benar menerima nya dari rawi yang berada diatasnya dan begitu seterusnya sampai pada pembicara yang pertama. Hal ini bisa diketahui dengan cara mencatat semua perawi yang ada dalam sanad, mempelajari sejarah hidup masing-masing rawi dan meneliti kata yang menghubungkan antara para perawi dan rawi yang terdekat dalam sanad yang Agus Solahudin, 143 [25] H Zeid B. Smeer, 49. [26] M Agus Solahudin, 141. [29] Ibid. hal 94 – 97 dan bandingkan, Fatkhur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits Bandung PT AL Ma’arif, 1974, 26 – 28. [31] Subhi As Shaleh, 111. [35] Hadits baru akan diterima setelah diakui kesahehannya dengan indikator sanad dan transmisinya muttasil, perawinya adil, dhabit, tidak syadz janggal dan juga tidak ada illah cacat. Lihat dalam kata pengantar Studi Kitab Hadits, karya M Abdurrahman, Yogyakarya UIN Sunan Kalijaga, 2003, xvii [38] Hafid Hasan Al-Mas’udi, Metodologi Penelitian Hadits Nabi Surabaya Salim Nabkan, tanpa th, 108, baca Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadits Nabi Jakarta Bulan Bintan, 1992, 51. [39] Nurudin, 78, bandingkan dengan Fatkhur Rohman, Ikhtisar Musthlahul Hadits Bandung PT Al-Ma’arif, 1985, 268. [40] Agus Solahuddin, 159.
I S L A M dan I L M U N Y A Setiap peristiwa mengandung I’tibar. Ta’bir itu adalah merupakan pemberian atau karunia dari Allah Ta’ala yang hanya diberikan kepada orang-orang yang selalu mendekatkan diri kepadaNya. Dengan adanya ta’bir itu dapat mengambil i’tibar atas kejadian yang diturunkan Allah Ta’ala kepada hambanya didalam dunia ini. “Man adzinalahu fit-ta’biyri fahimat fii masaa mi’il-khalqi ibaaratuhu wajaliyat ilaiyhim isyaratuhu”. “Barang siapa yang dipernankan pemberian oleh Allah tentang i’tibar {memperhatikan sesuatu dengan teliti untuk mendapatkan suatu pegangan} maka ibaratnya dapat diterima oleh manusia, serta jelasnya {petunjuk} mereka”. Apabila mereka {orang yang diperkeenankan Allah Ta’ala tentang i’tibar} bila Ia mengibaratkan sesuatu atau memberikan keterangan dapatlah diterima dengan jelas oleh semua manusia. Ta’bir, Ibrah dan I’tibar adalah sesuatu yang banyak disebutkan oleh Allah Ta’ala di dalam Al Qur’an. Karena ta’bir, ibrah dan i’tibar merupakan bagian kehidupan Insan yang di beritahukan Allah Ta’ala kepada hambanya yang tha’at. Betapun masalah ini adalah masalah yang amat penting akan tetapi pada sa’at sekarang ini hanya sedikit sekali memperhatikan dan mengutamakannya. Sesungguhnya hal ini sangat penting dan utama sekali, sehingga Allah Ta’ala menyebutkan berulang-ulang, terutama untuk menjadi pegangan bagi yang beriman dan tha’at demi masa kemasa. Dan dengan adanya kejadian itu pula manusia bisa memahami hal yang sebenarnya. Sebagaiman firman Allah Ta’ala didalam Al Qur’an “Zhaharal fasaadu filbarri wal-bahhri bimaa kasabat aydiyn-nasi liyudzi yaqahum ba’dhal-ladzi amilu la’allahum yar ji’uwna”. “Telah timbul kerusakan didarat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia supaya Allah merasakan kepadanya sebagian dari {akibat} perbuatannya, agar mereka kembali {kejalan yang benar”.{QS. Ar Ruum. 41}. Dari itu manusia bisa terbawa kealam yang lebih sadar, bahwa semua kejadian itu adalah dijadikan Allah Ta’ala. Disebabkan Ia mau memperhatikan atau menelaah sesuatu dengan sepenuh daya kemampuan, {apakah itu benda atau peristiwa} lalu dapat diambil faedah dari padanya. Demikianlah haqiqaht kata ta’bir, ibrah dan i’tibar yang mula asal katanya {abara} lalu lahirlah kata ta’bir, ibrah dan i’tibar. Yang dari kata itu mempunyai arti memperhatikan sesuatu untuk mendapatkan suaatu pegangan. Menjadikan sesuatu pada diri sendiri, masyrakat, negara dan dunia ini, dalam sesuatu telaah yang dalam dan seksama, lalu daripadanya itu diambil intisarinya untuk mendapatkan pegangan diri, hati dan fikiran. Maka itulah yang dinamakan Ta’bir, Ibrah dan I’tibar. Secara ringkas dapat dikatakan plajaran yang didapat dari sesuatu. Dan didalam Al Qur’an banyak sekali Allah Ta’ala menyebutkan kehidupan ummat terdahulu dari masa Nabi Adam sampai kepada Nabi Muhammad baik mereka yang tha’at kepada Allah Ta’ala maupun yang ingkar kepadaNya. “Laqad kana fii qashashihim ibrahtun li-ulil-albabi maakana hhadiysyan yuftaraa walakin tashditqal-iadzi baiyna yadaiyhi wa tafshila kulli syaiy-in wahudan warahhmatanl-liqauwmin yukminuuna”. “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai aqal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan {kitab-kitab} yang sebelumnya, dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.{QS. Yusuf. 111}. Dan segala peristiwa yang terjadi pada zaman masa Nabi Muhammad diharafkan orang yang beriman mengambil pelajaran untuk masa yang berlaku tentang kehidupan dirinya. Seperti peristiwa perang Badhar yang disebutkan yaitu “Ummul Abthal” {Ibu para pahlawan}. Karena melahirkan tokoh-tokoh Islam. Yang dalam perang itu ummat Islam maju dengan jumlah sedikit tetapi membawa Iman, sedang musuh mereka orang Quraisy datang dengan jumlah besar dan dengan persenjataan yang hebat, namun akhirnya orang berimanlah yang mendapatkan kemenangan. Dan juga Allah Ta’ala menurunkan para Malaikat untuk memberi pertolonganNya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam AlQur’an “Sesunggunya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu {bertempur}. Segolongan berperang dijalan Allah dan {segolongan} yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat {seakan-akan} orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuanNya siapa yang dikehendakkiNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati”. {QS. Ali Imran. 13}. Demikian juga pergantian malam dan siang {maju mundurnya ummat}, pun Allah Ta’ala memerintahkan manusia menelaahnya dengan seksama karena ada pelajaran yang terkandung didalamnya untuk kehidupan manusia itu sendiri. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Al Qur’an “Allah menggantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan”.{QS. An Didalam surat An Naziaat Allah Ta’ala menceritakan bagaimana perjuangan Nabi Musa menghadapi keingkaran dan kezhaliman Firaun yang sangat kejam. Dan kesudahan nasib Firaun dalam kekejaman itu, lalu Allah Ta’ala memerintahkan para mu’minin dldalam Al Qur’an “Inna fii dzaalika la’ibratan limay-yakhsyaa”. “Sesungguhnya pada {peristiwa} yang demikian itu ada pelajaran bagi orang yang takut {pada Allah}”. {QS. An Naziaat. 26}. Dan demikianlah ayat yang berkenan dengan Ta’bir, Ibrah dan I’tibar yang semua orang beriman dituntut dan diberi izin Allah Ta’ala untuk mengambil pelajaran pada tiap-tiap kejadian atau peristiwa yang terjadi di alam dunia ini.
Connection timed out Error code 522 2023-06-13 144303 UTC What happened? The initial connection between Cloudflare's network and the origin web server timed out. As a result, the web page can not be displayed. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not completing requests. An Error 522 means that the request was able to connect to your web server, but that the request didn't finish. The most likely cause is that something on your server is hogging resources. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d6b19ca5936b724 • Your IP • Performance & security by Cloudflare
Arti kata, ejaan, dan contoh penggunaan kata "iktibar" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI. iktibar n contoh; pengajaran mengambil - , mengambil contoh pengajaran; itu menjadi - kita Bantuan Penjelasan Simbol a Adjektiva, Merupakan Bentuk Kata Sifat v Verba, Merupakan Bentuk Kata Kerja n Merupakan Bentuk Kata benda ki Merupakan Bentuk Kata kiasan pron kata yang meliputi kata ganti, kata tunjuk, atau kata tanya cak Bentuk kata percakapan tidak baku ark Arkais, Bentuk kata yang tidak lazim digunakan adv Adverbia, kata yang menjelaskan verba, adjektiva, adverbia lain - Pengganti kata "iktibar" Kosakata Populer Sedang Dilihat Informasi Tentang Situs Merupakan situs penyedia data mengenai arti kata atau istilah dan cara pengejaannya beserta contoh kalimat yang disadur dari "Kamus Besar Bahasa Indonesia" atau yang biasa disingkat dengan KBBI. Tidak seperti beberapa situs web yang sama, kami mencoba untuk menyediakan berbagai fitur lain, seperti kecepatan akses, menampilkan dengan berbagai membedakan warna untuk jenis kata, tampilan yang tepat untuk semua web browser kedua komputer desktop, laptop dan ponsel pintar dan seterusnya. Fitur lengkap dapat dibaca di bagian fitur Online KBBI. Arti kata seperti kata "iktibar" di atas ditampilkan dalam warna yang membuatnya mudah untuk mencari entri dan sub-tema. Berikut adalah beberapa penjelasan Jenis kata atau Deskripsi istilah-istilah seperti n kata benda, v kata kerja dalam merah muda pink dengan menggarisbawahi titik. Arahkan mouse untuk melihat informasi tidak semuanya telah dijelaskan Makna 1, 2, 3 dan seterusnya ditandai dalam huruf tebal dengan latar belakang lingkaran Contoh penggunaan entri / sub entri yang ditandai dengan warna biru Contoh dalam Amsal ditandai di orange Ketika mengeklik hasil dari "Loading" daftar, hasil yang sesuai dengan kata Cari akan ditandai dengan latar belakang kuning Menampilkan hasil yang baik dalam kata-kata dasar dan derivatif, dan makna dan definisi akan ditampilkan tanpa harus kembali men-download data dari server Link cukup Permalink / Link indah dan mudah diingat untuk definisi kata, misalnya Kata 'teknologi' akan memiliki link di Kata 'konservatif' akan memiliki link di Kata 'rukun' akan memiliki link di Contoh Kata yang Mirip dengan kata "iktibar" yaitu iktibar • kuasi- • kreasi • sparing • bugil • keminting • personil • segani • telanjang • tatar • undi • bunker • himpun • kutut • puan • signifikansi • sikah • lunyah • mendreng • bulir • satin • uyuh • bikang • komite • ekstin • keseleo • mesum • dramatis • ruwet • akak dll Sehingga link ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam menulis, baik pada jaringan dan di luar dikembangkan dengan konsep desain responsif, berarti bahwa penampilan website situs dari KBBI akan cocok di berbagai media, seperti smartphones Tablet pc, iPad, iPhone, Tab, termasuk komputer dan netbook / laptop. Tampilan web akan menyesuaikan dengan ukuran layar yang tambahan baru di luar KBBI edisi IIIMenulis singkatan di bagian definisi seperti yang, dengan, dl, tt, dp, dr dan lain-lain ditulis secara penuh, tidak seperti yang ditemukan di KBBI PusatBahasa.✔ Informasi tambahanTidak semua hasil pencarian, terutama jika kata yang dicari terdiri dari 2 atau 3 surat, semua akan ditampilkan. Jika hasil pencarian dari "Loading" daftar sangat besar, hasil yang dapat langsung diklik pada akan terbatas jumlahnya. Selain itu, untuk beberapa kata pencarian, sistem akan hanya mencari kata-kata yang terdiri dari 4 huruf atau lebih. Misalnya apa yang dicari adalah "water, minyak, dissolve", sehingga hasil pencarian yang akan ditampilkan adalah minyak dan membubarkan beberapa kata pencarian dapat dilakukan dengan memisahkan setiap kata dengan tanda koma, misalnya mengajar, program, komputer untuk menemukan kata-kata pengajaran, program dan komputer. Jika ditemukan, hasil utama akan ditampilkan dalam "base words" kolom dan hasil dalam bentuk kata-kata turunan akan ditampilkan dalam "Loading" kolom. Ini banyak kata pencarian akan hanya mencari kata-kata dengan minimal 4 Surat panjang, jika sebuah kata yang 2 atau 3 Surat panjang, kata akan data arti kata yang terdapat di website ini merupakan hak cipta dari situs resmi KBBI yang beralamat di Jika anda menemukan padanan kata atau arti kata yang menurut anda tidak sesuai atau tidak benar, maka anda dapat menghubungi ke pihak Badan Bahasa KEMDIKBUD untuk memberikan kritik atau saran Berikut adalah informasi kontak dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta Timur. Telepon 021 4706287, 4706288, 4896558, 4894546. Faksimile 021 4750407 Email [email protected]
BAB III HADIS TENTANG DIPERBOLEHKANNYA SHALAT JAMA’ DALAM KEADAAN MUKIM TANPA BEPERGIAN A. I’tibar Kata al-i`tibar رابتإعلا merupakan masdar dari kata رربببرتتإععات . Menurut bahasa arti al i`tibar adalah “peninjauan terhadap berbagai hal yang dimaksud untuk dapat diketahui sesuatunya yang sejenis.” Menurut istilah ilmu hadis, al- i`tibar berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain meriwayatkan hadis tersebut ataukah tidak. 1 Dengan dilakukannya al-i`tibar, maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadis yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Kegunaan al-i`tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadits seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung corroboration berupa periwayat yang berstatus muttabi` atau syahid 2 . Untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan al-i`tibar dari hadis yang penulis teliti, yakni hadis yang berbunyi 1 Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta Bulan Bintang, 1992, hal. 51 2 Ibid., hal 52 44 ريبزلا يبأ نإع كلام يلإع ت ت أرق لاق ييحي نب ييحي انث دح هللا لوسر يلص لاق سابإع نبا نإع ريبج نب ديعس نإع يف اعيمج ءاشعلاو برعملاو اعيمج رصعلاو رهظلا رفس لو فوخ ريغ 3 “Diceritakan dari Yahya bin Yahya , dia berkata telah saya bacakan kepada Malik dari Abi Zubair dari Said bin Jubair dari Ibn Abbas, berkata bahwa Rasulullah saw melakukan shalat dhuhur dan ashar dengan jama’ , dan shalat magrib dan isya’ dengan jama’ tidak dalam keadaan takut dan tidak sedang bepergian “. Atau hadis yang semakna dengan hadis tersebut, menurut pelacakan penulis dari kitab al-Mu`jam al Mufahras Li al-Fazh al Hadis an–Nabawi. Dan juga melalui CD hadis Mausu`ah al-Hadits al-Syarif. 4 Masing-masing diriwayatkan oleh a. Muslim dalam Shahih Muslim, kitab shalat musafirin wa qasruha hadis dan no. 1147 dalam CD Mausu’ah atau dan dalam kitab asli. b. Nasa’i dalam Sunan Nasa’i, kitab mawaqit hadis c. Ahmad bin Hambal dalam Musnad Ahmad, kitab wa min musnad bani hasim bab Bidayah Musnad Abdillah Ibn Abbas hadis dan bab baqi al musnad al sabiq hadis no. 3065 d. Abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud, kitab shalat juz II hadis no. 1210,1211,1214 dan melalui CD kitab shalat hadis no. 1024 3Abi Husain Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, Beirut Darul Fikr, 1992, hal. 315 4 Penelusuran via CD Mausu’ah al-Hadis al-Syarif Nabawi Dari informasi diatas, yang nantinya akan dijadikan kajian utama adalah hadis yang terdapat dalam kitab Shahih Muslim dengan nomer 49 dan no. 50 . Sementara hadis yang lain dijadikan bahan untuk mengetahui adanya syahid dan muttabi’ nya. Penulis lebih cenderung untuk mengkaji hadis yang dibukukan oleh Imam Muslim dikarenakan Muslim menerapkan syarat-syarat yang lebih ketat terhadap hadis hadis yang dibukukannya. Makanya kitab hasil karyanya disebut Shahih Muslim. Adapun matan dan para perawi dalam kitab Shahih Muslim secara lengkapnya dapat dilihat sebagai berikut Hadits no. 49 نإع ريبزلا يبأ نإع كلام يلإع ت ت أرق لاق ييحي نب ييحي انث دح رهظلا هللا لوسر يلص لاق سابإع نبا نإع ريبج نب ديعس رفسلو فوخ ريغ يف اعيمج ءاشعلاو برعملاو اعيمج رصعلاو 5 “Diceritakan dari Yahya bin Yahya , dia berkata telah saya bacakan kepada Malik dari Abi Zubair dari Said bin Jubair dari Ibn Abbas, berkata bahwa Rasulullah saw melakukan shalat dhuhur dan ashar dengan jama’ , dan shalat magrib dan isya’ dengan jama’ tidak dalam keadaan takut dan tidak sedang bepergian “. Dengan transmisi jalur sanad sebagai berikut Gambar 1 Jalur sanad hadis riwayat Muslim 5Abi Husain Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, Beirut Darul Fikr, 1992, hal. 315 Rasulullah sw Ibnu Abbas an Said bin Jubair an Abu Zubair an Malik Qara’tu ala Yahya bin Yahya Haddatsana Muslim Dari diagram transmisi hadis di atas dapat diuraikan bahwa Muslim menyandarkan periwayatannya pada Yahya bin Yahya dengan sighat haddatsana, Yahya bin Yahya berkata bahwa “telah dibacakan kepada Malik dari Abi Zubair”, Abi Zubair menyandarkan periwayatannya pada Said bin Jubair dengan sighat an, Said bin Jubair menerima hadis dari Ibn Abbas dengan sighat an, Sedangkan Ibn Abbas melihat langsung ketika Rasulullah melaksanakan shalat jama’ atas indikasi yang tampak, yaitu shala Rasulullah. Untuk kedudukan masing masing perawi pada transmisi sanad hadis di atas lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut Tabel. 1 Sanad hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari yahya bin Yahya Nama perawi Urutan periwayat Urutan sanad Ibn Abbas Periwayat I Sanad V Said bin Jubair Periwayat II Sanad IV Abu Zubair Periwayat III Sanad III Malik Periwayat IV Sanad II Yahya bin yahya Periwayat V Sanad I Muslim Periwayat VI Mukharijul hadits Hadits لاق ريهز نإع اعيمج ملس نوإعو سنوي نب دمحا انث دحو ريبج نب ديعس نإع ريبزلا وبأ انث دح ريهز انث دح سنوي نبا رصعلاو رهظلا هللا لوسر يلص لاق سابإع نبا نإع رفس لو فوخ ريغ يف هنيدملااب اعيمج 6 “Diceritakan dari Ahmad bin Yunus dan Aun bin Salam, keduanya dari Zuhair. Berkata Ibn Yunus diceritakan dari Zuhair diceritakan dari Abu Zubair dari Said bin Jubair dari Ibn Abbas berkata Ibn Abbas” Rasulullah saw melaksanakan shalat dhuhur dan ashar secara jama’ di madinah dalam kota tidak dalam keadaan takut dan tidak sedang bepergian “. Dengan transmisi sanad sebagai berikut Gambar 2 Jalur sanad hadis riwayat Muslim no. 50 Rasulullah saw Ibnu Abbas an Said bin Jubair an Abu Zubair Haddatsana Zuhair 6 Ibid., hal. 315 an Ahmad bin yunus dan Aun bin Salam Haddatsana Muslim Dari diagram transmisi hadis di atas dapat diuraikan bahwa Muslim menyandarkan periwayatan haditsnya pada dua orang perawi sebelumnya yaitu Ahmad bin Yunus dan Aun bin Salam menerima hadis dari Zuhair dengan sighat an, Zuhair menyandarkan periwayatannya pada Abu Zubair dengan sighat haddatsana, Abu Zubair menerima hadis dari Said bin Jubair dengan sighat an, Said bin Jubair menerima hadis dari Ibnu Abbas dengan sighat an, Sedangkan Ibnu Abbas melihat langsung dari Rasulullah atas indikasi yang tampak yaitu Salla Rasulullah. Ibnu Abbas adalah salah seorang perawi yang berada pada tingkatan sahabat makanya dia disebut juga sebagai periwayat pertama. Periwayat kedua diduduki oleh Said bin Jubair dan seterusnya sampai pada periwayat keenam yaitu ditempati oleh Muslim dan sekaligus beliau sebagai mukharijul hadits yang membukukan hadis . Sedangkan dilihat dari urutan sanad perawi yang disandari oleh Muslim disebut sanad pertama yaitu Ahmad bin Yunus dan Aun bin Salam. Sanad kedua diduduki oleh Zuhair dan seterusnya sampai pada sanad kelima yaitu Ibnu Abbas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut Tabel. 2 Sanad hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ahmad bin Yunus dan Aun bin Salam Nama perawi Urutan periwayat Urutan sanad Ibnu Abbas Periwayat I Sanad V Said bin Jubair Periwayat II Sanad IV Abu Zubair Periwayat III Sanad III Zuhair Periwayat IV Sanad II Ahmad bin Yunus dan Aun bin Salam Periwayat V Sanad I Muslim Periwayat VI Mukharijul hadis Lambang lambang metode periwayatan yang dapat dicatat dari kutipan riwayat tersebut adalah an, haddatsana. Itu berarti terdapat perbedaan metode periwayatan yang digunakan oleh perawi dalam meriwayatkan hadis tersebut. Dalam pada itu untuk mempermudah pembacaan transmisi sanad pada kedua hadis di atas. Berikut ini skema transmisi keduanya. نع نع نع انثدح ىلع تأرق نع نع . م ص يبنلا سابإع نبا نب ديعس ريبج ريبزلا وبا ريهز كلام نب دمحا سنوي نب نوإع ملس نب ىيحي ىيحي انثدح انثدح Berdasarkan keterangan keterangan yang didapat, penulis tidak menemukan adanya syahid dan muttabi’ pada hadis yang membolehkan jama’ dalam keadaan muqim. Akan tetapi penulis juga menyertakan sanad hadis yang sanada yang terdapat pada kitab hadis yang lain seperti musnad Ahmad,sunan Abi Daud dan sunan Nasa’i. Berikut ini dilampirkan beberapa hadis dari kitab tersebut tetapi penulis hanya membatasi beberapa hadis saja Sunan Abu Daud ريبج نب ديعس نإع ريبزلا يبا نإع كلام نإع يبنعقلا انثدح رهظلا . هللا لسر ىلص لاق سابإع نب هللادبإع نإع لو فوخ يغ يف اعيمج ءاشعلاو برغملاو اعيمج رصعلاو رفس 7 Dengan transmisi sebagai berikut 7 Abu Daud, Sunan Abu Daud, kitab Shalat juz II. Beirut Darul Fikr, hal. 6 ملسم يبنلا سابع نبا نع نع نع نع انثدح Sunan Abi Daud شمإعلا انث , هيواعم وبأ انث , هبيش يبأ نب نامثإع انث دح نبا نإع ريبج نب ديعس نإع تباث يبا نب بيبح نإع نب ديعس ريبج ريبزلا وبا كلام يبنعق دواد وبا رصعلاو رهظلا نيب هللا لوسر عمج . لاق , سابإع رطم لو فوخ ريغ نم هنيدملاب ءاشعلاو برغملاو 8 Dengan transmisi sebagai berikut نإع نإع نإع انث انث انث دح 8 Ibid., hal. 6 هيواعم وبا يبا نب نامثع هبيش دواد وبا شمعلا يبأ نب بيبح تباث نب ديعس ريبج سابع نبا يبنلا . م ص Musnad Ahmad نب ديعس نإع ريبزلا يبا نإع نايفس انثدح قازرلا دبإع انثدح رهظلا نيب . يبنلا عمج لاق سابإع نبا نإع ريبج فوخ لو رفس ريغ يف هنيدملاب رصعلاو 9 Dengan transmisi sebagai berikut نع نع نع 9 Penelusuran via CD, Musnad Ahmad, kitab Wa Min Musnad Bani Hasim, bab Bidayah Musnad Abdillah ibn Abbas, hadis يبنلا . م ص سابع نبا نب ديعس ريبج ريبزلا وبا يبا نايفس انثدح انثدح Musnad Ahmad ىلوم حلاص ينثدح لاق شيق نب دواد نإع ييحي انثدح نيب هللا لوسر عمج لاق سابإع نبا نإع ةمأوتلا رفس لو رطم ريغ يف ءاشعلاو برغملاو رصعلاو رهظلا 10 Dengan transmisi sebagai berikut نإع 10Penelusuran via CD, Musnad Ahmad, kitab Wa Min Musnad Bani Hasim, bab baqi al musnad al sabiq..., hadis دبع قازرلا نب دمحا لبنح يبنلا . م ص نبا سابعلا ىلوم حلاص همأوتلا ينثدح نإع انث دح Sunan Nasa’i ريبج نب ديعس نإع ريبزلا يبا نإع كلام نإع هبيتق انربخا رهظلا . هللا لوسر ىلص لاق سابإع نبا نإع لو فوخ يغ يف اعيمج ءاشعلاو برغملاو اعيمج رصعلاو رفس 11 Dengan transmisi sebagai berikut نع نع نع نع انربخا 11 Penelusuran via CD Sunan Nasa’i, kitab Mawaqit, hadis يبنلا ص . م نبا سابع ديعس نب ريبج وبا ريبزلا كلام هبيتق ىىاسن نب دواد شيق ييحي نب دمحا لبنح Untuk melihat gabungan transmisi transmisi hadis di atas, dapat di lihat dalan diagram berikut ini نع نع نع انثدح نع نع نع ىلع تأرق نع نع انثدح انربخا انثدح انثدح انثدح انثدح B. B. Kritik Sanad
arti kata i tibar